Senin, 07 Mei 2012

mobilisasi pasien postlaparatomi


Mata Kuliah  : IDK II               

MOBILISASI PADA PASIEN POST LAPARATOMI




OLEH
NAMA : ABDUL SALAM
PRODI : S1 KEPERWATAN
e-mail : ns.zsalam@yahoo.co.id (facebook account)
e-mail : zsalam.s.kep.ns@gmail.com (google account)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2012




KATA PENGANTAR
Penyusun ucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya  sehingga Makalah  ini dapat terwujud. Paparan materi yang saya sajikan dalam Makalah ini mengacu pada “Mobilisasi Pada Pasien Post Laparatomi”
            Makalah ini kami buat dengan sebaik- baiknya agar dapat dimengerti oleh seluruh pembacanya. Namun saya sadar bahwa Makalah ini masih banyak kekurangannya, sehingga saran pembaca sangat saya harapkan untuk pembuatan Makalah selanjutnya.
         Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu sehinnga makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan            
        Harapan penyusun kiranya Makalah ini bermanfaat serta dapat meningkatkan mutu dan daya saing pendidikan kesehatan.



                                                                            Makassar,Maret 2012
                                                                                                                                                                                

                                                                                             Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….3
BAB 1 PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang………………………………………………………………4
B.   Tujuan………………………………………………………………………...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
v  Laparatomi
A.   Defenisi Laparatomi……………………………………………………7
B.   Fase-fase Penyembuhan Luka………………………………………8
C.   Prinsip-prisip…………………………………………………………...12
D.   Komplikasi pada Penyembuhan Luka………………………………13
v  Post Op Laparatomi
A.   Defenisi Post Op Laparatomi………………………………………...14
B.   Indikasi ………………………………………………………………...14
C.   Mobilisasi pada Post Op Laparatomi………………………………..14
D.   Manfaat Mobilisasi Dini………………………………………………22
E.   Kerugian jika tidak Melakukan Mobilisasi Dini…………………….23
F.    Tahap-tahap Mobilisasi Dini…………………………………………24
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan………………………………………………………………..25
B.   Saran……………………………………………………………………….26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………27



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Walaupun pengetahuan semakin berkembang tapi bisa saja dalam menangani suatu penyakit tidak begitu efisien, apalagi dengan pasien post operasi harus memerlukan penanganan yang berkompetent. Pada pasien post operasi laparatomi seorang pasien memerlukan perawatan yang maksimal demi mempercepat proses kesembuhan luka pasca bedah bahkan penyembuhan fisik pasien itu sendiri. Pengembalian fungsi fisik pasien post-op laparatomi dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatan post laparatomi antara lain: Mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang, hal inilah yang membuat pasien dengan pasca bedah memerlukan perawatan yang maksimal.
Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan pasien itu sendiri. Laporan departement kesehatan Indonesia (DEPKES RI) laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.
Dengan melihat kondisi pasien post operasi laparatomi yang memerlukan perawatan maka perlu dilakukannya intervensi dengan maksud untuk mengurangi tegangan melalui latihan pernapasan dan mobilisasi dini untuk mempercepat proses kesembuhan dan kepulangan pasien serta dapat memberikan kepuasan atas perawatan yang diberikan.
Teknik relaksasi, relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres. Teknik relaksasi adalah perilaku yang diperlajari dan membantu waktu penelitian dan praktek. Snyder dan Egan menemukan teknik relaksasi sebagai metode utama untuk menghilangkan stres, tujuannya untuk menghasilkan respon yang dapat memerangi respon stres. Pada pasien post operasi latihan napas dalam, bantu batuk dan menekan insisi meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas sehingga menurunkan resiko atelektasis, pneumonia.
Perawat menganjurkan klien untuk melakukan ambulasi lebih awal, sebagian besar klien diharapkan dapat melakukan ambulasi setelah pembedahan bergantung pada beratnya pembedahan dan kondisi klien. Pemberian posisi post operasi untuk mencegah terjadinya kontraktur pinggul dan lutut sangat penting, latihan pascaoperasi, latihan tentang gerak dimulai segera mungkin. Ubah posisi secara periodik dan ambulasi sedini mungkin meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
B.   Tujuan
1.    Mengetahui defenisi laparatomi
2.    Mengetahui fase-fase penyembuhan luka
3.    Mengetahui prinsip-prinsip penyembuhan luka
4.    Mengetahui komplikasi pada penyembuhan luka
5.    Mengetahu defenisi post op laparatomi
6.    Mengetahui indikasi dilakukannya mobilisasi
7.    Mengetahui mobilisasi pada post op laparatomi
8.    Mengetahui Manfaat dan kerugian dalam melakukan mobilisasi
9.    Tahap-tahap mobilisasi dini












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
v  LAPARATOMI
A.   Defenisi Laparatomi
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Pembedahan perut sampai membukaselaput perut.
http://3.bp.blogspot.com/-OIjJgtaDWus/Tnq004a1_HI/AAAAAAAACpE/5xeNNxpNhEk/s320/laparotomy-exploration.jpg
Ada 4 cara pembedahan laparatomi yaitu:
1.    Midline incision
2.    Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3.    Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas,misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4.    Transverse lower abdomen incision, yaitu  insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya pada operasi appendictomy.
Latihan-latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk,menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.

B.   Fase-fase Penyembuhan Luka
Menurut Kozier, 1995
·         Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 2 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.

·         Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dar pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
·         Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.

Menurut Taylor (1997)
·         Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka.Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.
·         Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah,kemerahan dan mudah berdarah.
·         Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.

Menurut Potter (1998)
·         Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
·         Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
·         Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat.

C.   Prinsip-prinsip Perawatan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
ü  Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh  luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
ü  Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
ü  Respon tubuh secara sistemik pada trauma
ü  Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
ü  Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari Mikroorganisme
ü  Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.

D.   Komplikasi-komplikasi pada Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
·         Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

·         Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
·         Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 –5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

v  POST OP LAPARATOMI
A.   Defenisi Post Op Laparatomi
 Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.
B.   Indikasi
·         Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
·         Mempercepat penyembuhan.
·         Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
·         Mempertahankan konsep diri klien.
·         Mempersiapkan klien pulang.

C.   Mobilisasi pada Post Op Laparatomi
Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin. 
 Asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan, dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Dan tentu ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress psikis.
Dengan bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka. Menggerakkan badan atau melatih kembali otot-otot dan sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar pikiran dan mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik. Pengaruh latihan pasca pembedahan terhadap masa pulih ini, juga telah dibuktikan melalui penelitian penelitian ilmiah. Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak 8 jam setelah pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota gerak tubuh dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional.
Pada saat awal, pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan. Di hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang tetap terjaga.
Bergerak pasca operasi selain dihambat oleh rasa nyeri terutama di sekitar luka operasi, bisa juga oleh beberapa selang yang berhubungan dengan tubuh, seperti; infus, cateter, pipa nasogastrik (NGT=nasogastric tube), drainage tube, kabel monitor dan lain-lain. Perangkat ini pastilah berhubungan dengan jenis operasi yang dijalani. Namun paling tidak dokter bedah akan mengintruksikan susternya untuk membuka atau melepas perangkat itu tahap demi tahap seiring dengan perhitungan masa mobilisasi ini. Untuk operasi di daerah kepala, seperti trepanasi, operasi terhadap tulang wajah, kasus THT, mata dan lain-lain, setelah sadar baik, sudah harus bisa menggerakkan bagian badan lainnya. Akan diperhatikan masalah jalan nafas dan kemampuan mengkonsumsi makanan jika daerah operasinya di sekitar rongga mulut, hidung dan leher. Terhadap operasi yang dikerjakan di daerah dada, perhatian utama pada pemulihan terhadap kemampuan otot-otot dada untuk tetap menjamin pergerakan menghirup dan mengeluarkan nafas. Untuk operasi di perut, jika tidak ada perangkat tambahan yang menyertai pasca operasi, tidak ada alasan untuk berlama-lama berbaring di tempat tidur. Perlu diperhatikan kapan diit makanan mulai diberikan, terutama untuk jenis operasi yang menyentuh saluran pencernaan. Yang luka operasinya berada di areal punggung, misalnya pada pemasangan fiksasi pada tulang belakang, kemampuan untuk duduk sedini mungkin akan menjadi target dokter bedahnya. Sedangkan operasi yang melibatkan saluran kemih dengan pemasangan cateter dan atau pipa drainage sudah akan memberikan keleluasaan untuk bergerak sejak dua kali 24 jam pasca operasi. Apalagi operasi yang hanya memperbaiki anggota gerak, seperti operasi patah tulang, sudah menjadi kewajiban pasien untuk menggerakkan otot dan persendian di sekitar areal luka operasinya secepat mungkin.
·         Latihan fisik dan Mobilisasi yang dimaksud yaitu :
·         Latihan nafas dan batuk efektif
1.    Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
                        Tujuan latihan pernafasan adalah untuk:
-          Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
-          Memperbaiki fungsi diafragma.
-          Memperbaiki mobilitas sangkar toraks.
-          Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan.
-          Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
a.    Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutu ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
b.    Letakkan tangan diatas perut.
c.    Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
d.    Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
e.    Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
f.     Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif. 
2.    Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. 
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
a.    Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
b.    Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
c.    Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
d.    Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
e.    Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
·         Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. 
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.

·         Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yaitu kebijaksanaan selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan serta merupakan aspek terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Mobilisasi dini juga didefenisikan  sebagai suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan pasien setelah beberapa jam post/pasca operasi.
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaannya stabil. Posisi awal yaitu posisi trendelenburg (posisi kaki lebih rendah dari pada kepala), kemudian dlanjutkan dengan posisi SIM kiri dan kanan, serta posisi fowler.
1.    Posisi Trendelenburg
Yang dimaksud dengan posisi tidur trendelenburg adalah posisi tidur pasien dalam posisi bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki yang bertujuan entuk melancarkan aliran darah ke otak pasca operasi.
Cara melaksanakan posisi tidur trendelenburg ini adalah sebagai berikut :
·         Memberi tahu pasien
·        Mencuci tangan
·        Mengangkat bantal
·        Memasang balok pada kedua kaki tempat tidur, di bagian kaki pasien atau menaikkan pada bagian kaki bila ada tempat tidur yang bias diatur.
·        Merapikan pasien
·        Mencuci tangan.
2.    Posisi Sim kanan dan kiri
Yang dimaksud dengan posisi tidur sim’s adalah posisi tidur dalam posisi setengah telungkup
·         Tujuan
a.     Cairan pasca operasi tonsil dapat mengalir keluar dengan  lancer
b.    Memudahkan rectal touche.
·         Cara mengerjakan posisi tidur sim’s adalah sebagai berikut
1.    Memberi tahu pasien
2.    Mencuci tangan
3.    Mengangkat bantal
4.    Letakkan kedua tangan pasien di atas dada, kedua tungkai di tekuk.
5.    Perawat memasukkan kedua lengannya ke bawah bahu dan pangkal paha.
6.    Mengangkat dengan perlahan badan pasien, dan ditarik kearah perawat, kemudian dimiringkan membelakangi perawat sampai dada menyentuh kasur, lengan di sisi yang tertindih diluruskan sejajar dengan punggung.
7.    Merapikan pasien.
8.    Mencuci tangan
3.    Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk a.tau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.Bertujuan sebagai, mobilisasi, memberikan perasaan nyaman pada pasien yang sesak napas, serta mencegah terjadinya dekubitus.

 Cara:
a.    Dudukkan pasien
b.    Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
c.    Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
D.   Manfaat Mobilisasi dini
Menurut Mochtar (1995), manfaat mobilisasi bagi pasien post operasi adalah :
a.    Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot p[erutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
b.    Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
c.     Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk pasien bias mandiri. Perubahan yang terjadi pada pasien pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian pasien akan cepat merasa sehat.
d.    Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.
E.   Kerugian jika tidak melakukan mobilisasi
a.    Peningkatan suhu tubuh. Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
b.    Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka
c.     Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus


F.    Tahap-Tahap mobilisasi dini
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada pasien post operasi laparatomi:
a.    Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi laparatomi harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
b.    Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli
c.    Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
d.    Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan








BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
ü  Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.
ü  Fase penyembuhan luka terdiri dari
1.    Fase inflammatory
2.    Fase polieratif
3.    Fase maturasi
ü  Laparatomi adalah tahapan setelah proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan.
ü  Indikasi mobilisasi post op laparatomi
1.    Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2.    Mempercepat penyembuhan.
3.    Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4.    Mempertahankan konsep diri klien.
5.    Mempersiapkan klien pulang.
ü  Mobilisasi yag diberikan pada post op laparatomi yaitu :
1.    Latihan nafas dan batuk efektif
2.    Latihan gerak sendi.
3.    Pemberian posisi trendelenburg, SIM, dan posisi fowler.
B.   Saran
Kami memohon maaf atas kekurangnan dan ketidaktepatan waktu dalam penyelesaian makalah. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembuatan makalah berikutnya.














DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Doegoes, Moorhouse, & Geissler 2000, Rencana asuhan keperawatan edisi 3, EGC, Jakarta.
Encyclopedia of Surgery, 2002, Laparotomy, exploratory, http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3406200259.html.
Ignativicus, Donna D ; Workman, 2006, Medical Surgical Nursing Critical Thinking for Collaborative Care, Elsevier Saunders, USA.
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, EGC, Jakarta.
Sjamsurihidayat dan Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Smetzer S C, Bare B G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2, EGC, Jakarta.
Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.
Wikipedia, 2010, Laparatomy, diakses pada 11 April 2010,
http://en.wikipedia.org/wiki/Laparotomy.
Yenichrist, 2008, Askep Post-Operatif: Peran Perawat Pasca Operatif, diakses pada 10 April 2010, 

2 komentar: